Dapet pertanyaan begitu? Berasa udah tua euy heuheuheuuuuuu
Padahal baru aja masuk zona 20 ini, hahaaa.
Plakkk...
Sebelum lanjut ngetik kela ahh senyum dulu yuuukk :D
hahahaha...
Ceritanya pasang DP schreenshoot itu di bbm, terus ada yg
komen sebut saja si kang D :
D : Ayo ca, jangan nunda2 niat baik..
I : Lah? Saha yang
nunda kang?
D: Eh waktu itu lo
bilang mau sukses dulu baru nikah, ah kelamaan
tauuuu....
I : Waduhh iraha ica
talking seperti itu kang? terus kalo iya emangnya kunaon? :p
D : Sekarang aja lo
udah mulai masuk 20, pas nanti lanjut lulus sampai S1? S2? S teler? Itu mungkin udh
mendekati 24/25
I : Terus?
D: Eh 23 tuh harusnya
udah cukup untuk perempuan nikah, kalo ketuaan nanti susah punya anak loh!
I : *^$@@#$##*&...#/^
Kalimat terakhir darinya itu membuat saya cengar-cengir di
depan layar hp persis orang gila. Kalimat yang diucapkan seorang pria; saudara
teman saya sekaligus udah kami anggap seperti kakak sendiri dalam kontak cakap
maya itu tiba-tiba menstimulasi untuk
menanggapi topik yang biasanya saya hindari dalam percakapan-percakapan
sejenis. Kebetulan dia telah menikah, istrinya pun sangat baik.
Oke, back to topic cin. Saya sering menghindar dari topic
pernikahan bukan karena nggak bisa menjawab… mmm tapi ya karena berasa masih
usia dini aja kalo ngomongin itu heuheuyy.. Dan entahlah beberpa hari ini topic
di group kontak cakap maya seperti WA dan FB ada aja yang nyempillin masalah
nikah dam jodoh disela-sela obrolan dan promosi dagangan hahaa..
Saat saya siap, saya akan membuka diri seluas-luasnya untuk
makhluk bernama Bina Hubungan itu. Tapi (saat ini), saya masih memilih untuk tutup
mata dari segala sesuatu yang berkaitan dengan Pernikahan yang sebenarnya..
Kenapa?
Alasannya sederhana saja
: Saya belum siap. Maka saya
mempersiapkan. Tolong jangan ganggu persiapan saya (dengan desakan-desakan tak
berasalan).. ckckkk
Walau secara medis kantung rahim saya sudah cukup matang dan
siap dibuahi untuk menghasilkan calon penerus bangsa. Sungguh, saat ini hal
yang belum ada di pikiran saya adalah pernikahan. Apalagi desakan-desakan untuk
menyegerakan. Hmm, nanti heula, Jendral! :D
**karena serasa masih banyak hutang pencapaian buat ibu, bapak dan
Indonesia euy** hikss
Dulu dan entah kapan gitu ya mungkin saya memang pernah berkata pada
kang D itu bahwa saya akan mewujudkan mimpi dulu baru akan menikah. Namun,
apabila harus menikah saat ini pun - saya akan melakukannya. Jika memang saya
sudah siap. Sekali lagi, jika memang saya sudah siap. :p
Tiap orang punya standar siapnya masing-masing guys, tidak
bisa dipaksa dengan standar orang lain.
Kenapa? (2)
Karena bagi saya, pernikahan membutuhkan tingkat kematangan
dan kedewasaan tertentu dari masing-masing pihak yang terlibat (baca: calon
suami dan calon istri) iyaa.. (aku dan kamu) #eeaa haha. Saya termasuk spesies
yang selalu percaya bahwa kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dari umur
belaka. #azeek
Saya juga tidak
membantah fakta medis bahwa usia 23-25 tahun adalah usia reproduksi paling
ideal bagi perempuan. Tapi, kalaupun di usia 25 tahun saya belum juga merasa
siap untuk menikah, percayalah, saya lebih memilih menunda dan banyak-banyak
berdoa di ruang bersalin saat akan melahirkan (jika memang di atas 25) daripada
menghabiskan seumur hidup untuk mendoakan anak saya yang tersiksa lantaran saya
menjadi Ibu dalam kondisi belum siap (mental dan emosional), sehingga tidak
bisa mendidik anak saya dengan baik.
Dapet kiriman gambar dari seorang teman seperti itu, dan
waduhh menurut saya itu cukup (sangat) ngeri sih, gimana kalo anak saya nanti gitu.*ketok meja*
|
D: Eh apa jangan2 lo minder ya dgn pendidikan, tapi urang
rasa kamu itu perempuan yg pintar dan mandiri Ca, jadi udah cukup membantu
dalam proses kematangan dan kedewasaan lo.
I : *irung ica terbang weh ah* hahaa… Eh Pendidikan gak
menentukan kematangan ah! How a person live his/her life, that does.
D : Tapi seiring dengan waktu, pasti kita terus berkembang
kan Ca.
I: Saat ini ica merasa masih butuh banyak belajar – dan
belajar itu butuh WAKTU. Makanya, kelak, gak merasa perlu cepet-cepet married
hanya karena desakan umur 25 :p
D : Tapi urang tetep sama pendirian urang ah ca (cewek umur
23 – 24 idealnya harus married). Untuk cewek, maksimal 25 lah. Jangan sampe
lewat! Nanti expired.. 25 udah korting tuh..
What?
KORTIIIIING??
*dalemmhati*
Jiirrr LO PIKIR CABE KERITING blehh!! CKCKCK…
MACEM NAWAR BAYEM DI NENG ISAR AJA ?? CIEE -___-
"berapa sar?"
"Tiga ribu 2 teh"
"Ahh dua ribu 2 aja atuh"
"Atuh teh itu mah cuma buat modal.. sok lah dualima
2 aja teh..."
ckckkk
*Istighfar*
Ini kali, ya, yang menyebabkan banyak perempuan lajang
berusaha mati-matian dengan ‘segala cara’ untuk mendapatkan Prince Charming
sebelum usia 25 tahun? Tanpa memikirkan kesiapan emosional, yang nanti nya akan berpengaruh pada kualitas keluarga dan anak-anak nya kelak.
Karena 25 buat perempuan adalah angka kiamat. Karena di atas
25 identik dengan stempel perawan tua. Karena 25 adalah…..$@*&^//:,;"'$@@*!!^%
D : Jangan-jangan lo nyari cowok yang standarnya ketinggian
yaaaa, jadi lo gak pernah merasa siap…
I : Dih, henteulah. Saya nyari yang bisa jadi teman hidup.
Saya nyari yang bisa jadi suami baik buat ica, dan ayah untuk anak-anak kelak.
#azeekk
D: ehh, gimana sih ca? dimana-mana tiap cowok kalo udah merit ya jadi suami, dan
kalo udah punya anak ya jadi ayah.
Saya terdiam.
Karena menikah, otomatis menjadi suami (atau istri).
Karena punya anak, otomatis menjadi ayah (atau ibu).
?
*Plisss dong ah blehh*
Untuk pendapatmu itu, saya memilih untuk tidak menggunakan
kata ‘menjadi’. Saya lebih suka memakai kata ‘disebut’ kali yahh.
Karena menikah, otomatis disebut suami (atau istri).
Karena punya anak, otomatis disebut ayah (atau ibu).
*Hmmmpfff bocahh juga tau-eun atuh kang...*
Setelah percakapan di kanal maya itu berakhir, saya
termenung lama. Memuaskan diri dengan memikirkan hal-hal nggak penting seperti:
Kenapa oh kenapa status lajang di usia tertentu bisa membuat
seseorang tampak nista?
Kenapa oh kenapa tampilan lahiriah selalu dijadikan
parameter untuk menilai keberadaan seseorang?
Apa kabarnya ‘don’t judge a book by its cover’?
Apakah kalau seseorang (dalam hal ini perempuan) tidak bisa
memenuhi standar ideal kecantikan dan kepintaran, tidak bisa mendapatkan Prince
Charming dan belum bisa menghasilkan calon penerus bangsa sebelum usia 25,
lantas ia layak disejajarkan dengan tumpukan kaos berlabel ‘UP TO 50%’? Atau
bahkan macem bayam tadi? Hiikss
Mendadak ingat pada sebuah nasihat:
“...mungkin pelajaran sesungguhnya adalah ketika anak-anak
perempuan masih bisa tersenyum dan bersyukur, berpikir bahwa mereka sempurna
apa adanya…”
............
Lepas dari 'kenapa' dan 'bagaimana'; lepas dari berbagai
perspektif dan konsep ideal yang simpang-siur; kehidupan itu sendiri tetaplah
patut disyukuri dengan senyuman, karena
ia berharga apa adanya.
So, buat para mbak, neng, kak, jeng, ceu, grils, ukhti, say
jangan pada terlalu resah, baper dan galau, karena hidup adalah hadiah terbesar yang
diberikan Sang Pencipta -entah dijalani sendirian atau berpasangan; pada usia
23-24 atau di atas 25; dengan Prince Charming atau sekedar pria biasa.
Entri ini dipersembahkan untuk setiap makhluk bernama
Perempuan.
Jika kau siap menikah di usia muda, ayoo segerakan lah.
Jika belum, upayakan lah kesiapan itu.
Jangan peduli desakan yang tidak sesuai dengan hatimu :p
Banggalah dengan dirimu. Karena kamu sempurna, karena kamu
berharga, grils.
Balik lagi ya bahwa jodoh, harta dan kematian itu rahasiaNya
ya kak, neng, grils, ceu, cin, say, ukh, mbak :)
-memparafrasekan-
-memparafrasekan-